Jumat, 01 Juni 2012

FONOLOGI LAGIIIIIIIIIIIIIII


BAB  I
OBJEK KAJIAN FONETIK


Bahasa merupakan suatu sistem lambang bunyi yang arbitrer yang dipakai oleh manusia untuk tujuan komunikasi. Hal itu merupakan fenomena yang menggabungkan dua dunia, yakni dunia maknanya dan dunia bunyi. Bahasa mempunyai tiga subsistem yaitu subsistem fonologis, subsistem gramatikal, dan subsistem leksikal. Ketiga subsistem tersebut berhubungan dengan aspek-aspek semantis. Hubungan ketiga subsistem bahasa tersebut dapat digambarkan seperti di bawah ini.
Bahasa


Gambar 1
Hubungan Tiga Subsistem Bahasa


   



Semantik

Gramatika

Fonologi




            Subsistem fonologis yang meliputi unsur bunyi bahasa yang berhubungan dengan unsur artikulatoris, akustis, dan auditoris dikaji oleh fonetik; unsur bunyi bahasa yang berhubungan dengan fungsinya dalam komunikasi dikaji oleh fonemik. Subsistem gramatikal yang meliputi kata, bagian kata (morfem), dan proses pembentukan kata dikaji oleh morfologi; sedangkan susunan kata yang berupa frasa, klausa, kalimat, dan wacana dikaji oleh sintaksis. Subsistem leksikal yang meliputi kosakata (leksikon) dikaji oleh leksikologi. Subsistem fonologi, gramatikal, dan leksikal berhubungan dengan aspek-aspek semantis atau makna dikaji oleh semantik.

Batasan dan Kajian Fonologi
            Istilah fonologi berasal dari bahasa Yunani phone=’bunyi’, logos=’ilmu’. Secara harfiah, fonologi adalah ‘ilmu bunyi’. Fonologi merupakan bagian dari ilmu bahasa yang mengkaji bunyi, baik yang diucapkan (etik, parole), maupun yang masih dalam pikiran (emik, langue). Objek kajian fonologi yang pertama disebut bunyi bahasa (fon) disebut tata bunyi (fonetik). Adapun yang mengkaji fonem disebut tata fonem (fonemik).
            Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa fonologi adalah cabang ilmu bahasa (linguistik) yang mengkaji dan mendeskripsikan bunyi-bunyi bahasa, proses terbentuknya, dan perubahannya. Fonologi mengkaji bunyi bahasa secara umum dan fungsional.

            Objek garapan fonologi meliputi dua macam yaitu (1) fonetik dan (2) fonemik.
Gambar 2
Fonem

       
Fonologi

Bahasa

Gramatika

Fonetik

Semantik

Objek Garapan Fonologi













Batasan Fonetik
            Istilah fonetik berasal dari bahasa Inggris phonetics artinya 'ilmu yang mengkaji bunyi-bunyi tanpa memperhatikan fungsinya untuk membedakan arti' (Verhaar, 1982: 12; Marsono, 1989: 1). Menurut Sudaryanto (1974: 1), fonetik mengkaji bunyi bahasa dari sudut ucapan (parole).
            Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa fonetik merupakan cabang fonologi yang mengkaji dan mendeskripsikan bunyi bahasa dari sudut ucapan, bagaimana cara membentuknya sehingga menjadi getaran udara dan dapat diterima oleh pendengaran.

BAB II
JENIS-JENIS FONETIK
2.1    Fonetik Artikulatoris
            Fonetik artikulatoris yang disebut juga fonetik organis atau fonetik fisiologis adalah fonetik yang mengkaji dan mendeskripsikan mekanisme alat-alat ucap manusia dalam menghasilkan bunyi bahasa (Gleason, 1955: 239). Jadi,  fonetik artikulatoris ini mendeskripsikan cara membentuk dan mengucapkan bunyi bahasa, serta pembagian bunyi bahasa berdasarkan artikulasinya. Fonetik ini sebagian besar termasuk ke dalam bidang linguistik. Oleh sebab itu, para linguis memasukkannya pada bidang linguistik teoritis.
2.1.1 Alat Ucap
            Secara umum alat bicara manusia ini memiliki fungsi utama yang bersifat biologis. Misalnya, paru-paru untuk bernafas, mulut dan seisinya untuk makan. Kita perlu mengenal nama-nama dan fungsinya alat-alat itu untuk bisa  memahami bagaimana bunyi bahasa itu diproduksi, dan nama-nama bunyi itu pun diambil dari nama-nama alat ucap itu. Beberapa alat ucap/bicara yang penting perlu dikenal antara lain :
1.    paru-paru
2.    pangkal tenggorok
3.    rongga kerongkongan
4.    langit-langit lunak
5.    langit-langit keras
6.    gusi dalam
7.    gigi
8.    bibir
9.    lidah
Tiap-tiap alat bicara di atas secara garis besar perlu dijelaskan keadaan dan fungsinya sebagai penghasil bunyi bahasa, antara lain :
1.    Paru-paru
Fungsi pokok paru-paru adalah untuk pernafasan. Bernafas pada dasarnya ialah mengalirkan udara ke dalam paru-paru, proses ini desebut menarik nafas, sedangkan proses mengeluarkan udara kotor keluar disebut menghembuskan nafas.
Proses mengembang atau pembesaran ruangan paru-paru dan mengempis atau pengecilan ruangan paru-paru dikejakan oleh otot-otot paru-paru, otot perut, dan rongga dada dan hal itu berjalan terus secara teratur selama manusia masih hidup. Arus udara yang dari paru-paru inilah yang menjadi syarat mutlak terjadinya bunyi.

2.    Pangkal Tenggorok (larynx)
Pangkal tenggorok atau laring (larynx) adalah rongga pada ujung pipa pernafasan. Menurut susunannya rongga ini terdiri atas empat komponen yaitu tulang rawan krikoid, dua tulang rawan aritenoid, sepasang pita suara, dan tulang rawan tiroid.
Proses membuka dan menutupnya pita suara, maka terbentuklah suatu celah atau ruang diantara sepasang pita suara. Celah itu disebut glotis. Glotis dibedakan atas empat posisi, yaitu dalam keadaan terbuka lebar (ketika kita bernafas secara normal), terbuka (pada waktu menghasilkan bunyi tak bersuara), tertutup (pada waktu menghasilkan bunyi bersuara), dan tertutup rapat (pada waktu menghasilkan bunyi hamzah). Proses bergetarnya pita suara itulah yang disebut fonasi.

3.    Rongga Kerongkongan (pharynx)
Rongga kerongkongan atau faring (pharynx) adalah rongga yang terletak diantara pangkal tenggorok dengan rongga mulut dan rongga hidung. Fungsi utamanya adalah untuk makan dan minum. Dalam pembentukan bunyi bahasa, peranannya terutama hanyalah sebagai tabung udara yang akan ikut bergetar bila pita suara bergetar. Bunyi bahasa yang dihasilkan oleh faring disebut bunyi faringal.

4.    Langit-langit Lunak (velum)
Langit-langit lunak (velum) beserta bagian ujungnya yang disebut anak tekak (uvula) dapat turun naik sedemikian rupa. Pada saat langi-langit lunak serta anak takaknya naik, menutup rongga hidung. Arus udara melalui rongga mulut, dan dihasilkan bunyi bahasa non-nasal. Sebaliknya pada saat langit-langit lunak beserta anak tekak turun, udara dapat keluar masuk melalui rongga hidung, sehingga dihasilkan bunyi bahasa nasal.

5.    Langit-langit Keras (palatum)
Struktur langit-langit keras terbuat dari tulang. Bagian depan dimulai langit-langit melengkung cukung ke atas dan bagian belakang berakhir dengan bagian yang terasa lunak apabila diraba. Di dalam pembentukan bunyi bahasa langit-langit keras ini berfungsi sebagai artikulator pasif, sedangkan artikulator aktifnya adalah ujung lidah atau tengah lidah. Bunyi yang dihasilkan oleh langit-langit keras (platum) disebut palatal.

6.    Gusi Dalam (alviotus)
Gusi dalam adalah bagian gusi tempat letak akar gigi depan atas bagian belakang, letak tepat diatas serta dibelakang gigi yang melengkung ke dalam menghadap lidah. Gusi dalam dikenal pula dengan nama lain yaitu gusi belakang, cekuk gigi, lengkung kaki gigi, dan lekuk gigi. Di dalam pembentukan bunyi bahasa gusi ini bertindak sebagai artikulator pasif sedangkan artikulator aktifnya adalah ujung lidah. Bunyi yang dihasilkan oleh gusi disebut alveolar. Bunyi yang dihasilkan dengan hambatan ujung lidah dengan gusi disebut bunyi apiko-alveolar. Bunyi yang dihasilkan oleh daun lidah (lamina) disebut laminal.

7.    Gigi (dentum)
Pada dasarnya gigi terbagi atas dua bagian yaitu gigi bawah dan gigi atas. Meskipun gigi bawah dapat digerakkan ke bawah dan ke atas namun dalam pembentukan bunyi bahasa gigi bawah tidak banyak berperan. Yang berfungsi penuh sebagai artikulator  atau dasar artikulasi adalah gigi atas bekerja sama dengan bibir bawah atau ujung lidah. Bunyi yang dihasilkan oleh gigi (denta) disebut dental.

8.    Bibir (labium)
Bibir terbagi atas dua yaitu bibir atas dan bibir bawah, fungsi pokok kedua bibir adalah sebagai penyangga rongga mulut. Dalam menghasilkan bunyi bahasa, sebagai artikulator pasif adalah bibir atas dan bibir bawah sebagai artikulator aktif. Bekerjasama dengan gusi atas, bibir bawah membentuk bunyi laviodental, sedangkan kedua bibir membentuk bunyi bilabial.


9.  Lidah
Lidah adalah salah satu alat ucap kita, fungsi utama lidah adalah sebagai alat perasa, dan untuk memindahkan makanan yang akan atau sedang dikunyah. Dalam pembentukan bunyi bahasa lidah sebagai artikulator aktif mempunyai peranan yang sangat penting. Sebagai artikulator lidah dibagi menjadi lima bagian, yaitu : akar lidah (root), pangkallidah (dorsum), tengah lidah (medium), daun lidah (lamino), depan lidah (fronto) dan ujung lidah (apeks).

Alat-alat bicara di atas atau artikulator dalam proses penghasilan bunyi bahasa, ada yang digerakkan dan ada pula yang tidak digerakkan. Artikulator yang gerakkan dalam rangka penghasilan bunyi bahasa disebut artikulator aktif. Dari 22 artikulator sebagaimana digambarkan di atas, lidah dan bagian-bagiannya termasuk artikulator aktif. Sementara itu, ada pula artikulator yang dalam proses penghasilan bunyi bahasa tidak digerakkan, namun disentuh oleh artikulator aktif. Artikulator yang demikian disebut artikulator pasif. Yang termasuk artikulator pasif adalah daerah sepanjang atap mulut, dari segi atas sampai dengan anak tekak.
Titik temu antara artikulator aktif dan pasif disebut titik artikulator, dan adapula yang menyebutkan sebagai striktur. Selain dengan cara penamaan bunyi bahasa terdapat juga cara penataan bunyi bahasa berdasarkan gabungan artikulatornya yaitu artikulator sepanjang atap mulut (pasif), dan artikulator lidah (aktif). Misalnya, bunyi apiokodental yaitu gabungan antara ujung lidah dengan gigi atas, labiodental yaitu gabungan antara bibir bawah dengan gigi atas, dan lamino palatal yaitu gabungan antara daun lidah dengan langit-langit keras.




2.1.2 CARA KERJA ARTIKULATOR
Fungsi artikulator sebagai penghasil bunyi bahasa merupakan hal yang penting dalam kajian fonetik. Artikulator atau alat ucap manusia dapat disamakan dengan alat tiup. Dalam menghasilkan sebuah nada alat musik itu memerlukan sumber tenaga bunyi berupa tiupan, dan dalam alat musik tersebut terdapat tempat arus udara mengalir berupa lorong. Misalnya alat musik tiup berupa suling, dalam menghasilkan nada tertentu, sejumlah lubang dapat dibuka dan ditutup oleh jari pemainnya. Demikian juga halnya dengan manusia dalam menghasilkan bunyi mempunyai kemiripan fungsi dan cara kerjanya dengan alat musik tiup. Hal ini tergambar dari paru-paru yang merupakan alat bicara yang paling dalam hingga bibir sebagai alat bicara manusia yang paling luar.
            Aber Combie D (1967, 32) mengelompokan artikulator beserta cara kerjanya dalam tiga kelompok yaitu:
•         Subsistem Abdominal
Artikulator yang tergolong dalam kelompok ini adalah paru-paru, otot perut, dan diagfragma, yang seluruhnya ada dalam rongga perut. Gerakan mengembangkan dan mengempiskan paru-paru melalui penekanan otot perut dan digfragma dapat menghasilkan bunyi bahasa. Dalam gerakan ini dihasilkan dua arus udara, yaitu udara mengalir keluar (arus udara agresif) dan arus udara masuk (arus udara ingresif).
•         Subsistem Fonatoris
Artikulator yang tergolong dalam kelompok ini adalah batang tenggorokan, pangkal tenggorok, pita suara, dan rongga kerongkongan, yang seluruhnya ada dalam rongga dada dan leher. Fungsi utama dari alat ini adalah penghasil bunyi bahasa (fonasi).

Terjadinya bunyi bahasa pada umumnya dimulai dengan proses pemompaan udara keluar dari paru-paru melalui batang tenggorok ke pangkal tenggorok, yang di dalamnya terdapat pita suara. Pita suara harus terbuka, supaya udara bisa keluar  melalui rongga mulut atau rongga hidung, atau melalui kedua-duanya Udara tadi diteruskan ke udara bebas. Apabila udara keluar tanpa mendapat hambatan maka tidak akan ada bunyi apa-apa, selain bunyi nafas.
            Menurut Verhar (1981, 16), terdapat empat posisi pita suara pada saat menghasilkan bunyi bahasa, diantaranya adalah pita suara terbuka lebar (a), pita suara terbuka agak lebar (b), pita suara terbuka sedikit (c), dan pita suara tertutup sama sekali (d).

       a                   b              c               d
a.    Pada posisi terbuka lebar, maka tidak akan terjadi bunyi bahasa, yang hanya ada aktivitas bernafas.
b.    Pada posisi terbuka agak lebar, menghasilkan bunyi tak bersuara, misalnya (k, p, t, s).
c.    Pada posisi terbuka sedikit, menghasilkan bunyi bersuara, misalnya (g, b, d, z).
d.    Pada posisi tertutup sama sekali, maka akan terjadi bunyi hamzah atau global stop (?).
•         Subsistem Artikulatoris
       Artikulator yang tergabung dalam subsistem ini adalah altikulator aktif, yaitu daerah sepanjang atap mulut dari gigi sampai dengan anak tekak sebagai artikulator pasif. Yang dimaksud artikulator aktif adalah alat ucap yang bergerak atau digerakkan, misalnya bibir bawah, ujung lidah, dan daun lidah. Sedangkan yang dimaksud artikulator pasif adalah alat ucap yang tidak dapat bergerak, misalnya bibir atas, gigi atas dan langit-langit keras. Contoh, apabila arus udara dihambat pada kedua bibir, dengan cara bibir bawah (artikulator aktif) merapat pada bibir atas (artikulator pasif), maka akan menghasilkan bunyi bilabial, seperti [b], [p], [w]. Tetapi apabila bibir bawah (artikulator aktif) merapat pada gigi atas (artikulator pasif), maka akan terjadi bunyi bahasa labiodental, yakni bunyi [f] dan [v].
2.1.3 Cara Terjadinya Bunyi Bahasa
            Dalam proses penghasilan bunyi bahasa, terdapat tiga sarana yang memegang peranan penting. Tiga sarana itu tidak akan menjadi salah satu dasar klasifikasi atau pengelompokan bunyi bahasa. Sarana-sarana itu adalah:
(1) Arus udara
(2) Titik artikulasi (hambatan)
(3) Bergetarnya/tidak bergetarnya pita suara
            Pada umumnya bunyi bahasa itu dihasilkan dengan adanya hembusan atau arus udara. Arus udara ini dialirkan dari paru-paru, melalui gerakan kembang kempis. Arus udara dari paru-paru dialirkan ke pangkal tenggorok melalui batang tenggorok, dan menggetarkan pita suara. Udara di dalam faring ikut bergetar dengan menggetarkan pita suara. Udara dalam faring melakukan resonansi. Daerah tabung udara di bawah pita suara (faring), disebut juga kotak suara atau voice box. Getaran pita suara itu dialirkan ke rongga mulut. Di dalam rongga mulut arus udara itu ada yang mendapat hambatan, ada pula yang tidak. Ada juga yang melalui rongga mulut, dan ada juga yang melalui rongga hidung. Di dalam rongga mulut, arus udara dihambat oleh artikulasi atau struktur, yaitu titik temu antara artikulator aktif dan pasif.
      Beberapa titik artikulasi yang menjadi hambatan atau penentu jenis atau nama bunyi bahasa antara lain:
(1)  bibir bawah dan bibir atas (bilabium) menghasilkan bunyi bilabial, contoh: p, b ,m
(2) bibir bawah dan gigi atas (labium dentum) menghasilkan labio dental, contoh: f, v, w
(3) ujung lidah dengan gigi atas dan bawah (aspek dentum) menghasilkan apiko dental, contoh: t
(4) ujung lidah dan gusi atas (apek alveolus)  menghasilkan apiko alveolar, contoh: n, l, r
(5) ujung lidah dan langit-langit keras (apek palatum) menghasilkan apiko palatal, contoh: d
(6) daun lidah dan gusi dalam (lamino alveolus) menghasilkan bunyi lamino alveolar, contoh: s, z
(7) daun lidah dan langit-langit keras (lamino palabum) menghasilkan lamino palatal, contoh: c, j
(8) tengah lidah dan langit-langit keras (medio palatum) menghasilkan medio palatal, contoh: g, ny
(9)punggung lidah dan langit-langit lembut (dorso velum) menghasilkan dorso velar, contoh: k, ng, x
(10) anak tekak (uvula) menghasilkan bunyi uvular, contoh: q
(11) laring (tenggorokan) menghasilkan laringal, contoh: h
(12) glotum (celanpita suara) menghasilkan bunyi glottal.

Melalui titik-titik artikulasi di atas, bunyi bahasa dapat dihasilkan. Selain itu ada juga bunyi bahasa yang dihasilkan dengan tidak melalui mekanisme titik artikulasi, artinya arus udara dalam rongga mulut tidak mengalami hambatan. Hambatan untuk bunyi bahasa yang dihasilkan dengan cara demikian biasanya ada pita suara, dan tidak lazim disebut artikulasi.  




2.1.4 Klasifikasi Bunyi Bahasa
            Bunyi-bunyi bahasa yang dihasilkan oleh alat ucap manusia dapat diklasifikasikan atau dikelompokan berdasarkan beberapa cara, atau dasar. Dasar klasifikasi itu adalah:
1)    Ada tidaknya hambatan (proses artikulasi) pada alat bicara.
2)    Klasifikasi bunyi bahasa berdasarkan ada tidaknya arus udara ke romgga hidung.
3)    Ada tidaknya ketegangan kekuatan arus udara pada saat bunyi bahasa itu dihasilkan.
4)    Lamanya bunyi itu diartikulasikan.
5)    Kedudukan bunyi pada suku kata.
6)    Derajat kenyaringan.
7)    Arus udara.

1)    Klasifikasi Bunyi Bahasa Berdasarkan Ada Tidaknya Hambatan.
Berdasarkan ada tidaknya hambatan dalam proses artikulasi, secara umum bunyi bahasa dibedakan atas vokoid, kontoid, dan semi vokoid.

1.1 Vokoid
Bunyi vokoid dihasilkan dengan adanya pelanggaran udara yang keluar dari dalam paru-paru tanpa mendapatkan halangan. Penjenisan vokoid atau perbedaan antara satu vokoid dengan vokoid lainnya ditentukan berdasarkan beberapa criteria, yaitu gerak maju mundur, gerak lidah naik turun dan posisi bibir.

1.2 Kontoid
Dalam penghasilan bunyi kontoid, arus udara dari paru-paru mendapat hambatan di rongga mulut oleh artikulasi. Penggolongan, penjenisan atau lain berdasarkan beberapa kriteria. Kriteria itu adalah titik artikulasi, cara hambatan, dan ikut bergetar tidaknya pita suara.

1.3 Semi vokoid
Bunyi semi vokoid sebenarnya termasuk bunyi kontoid, tetapi kualitasnya tidak hanya ditentukan oleh alur sempit antar articulator, tetapi oleh bangun mulut (bibir). yang tergolong bunyi semi vokoid adalah [w], [y].

2)    Klasifikasi Bunyi Bahasa berdasarkan Ada Tidaknya Arus Udara Ke Rongga Hidung.
Berdasarkan ada atau disertainya udara melalui rongga hidung, bunyi bahasa dibedakan atas bunyi oral dan nasal. Bunyi nasal terjadi apabila posisi anak tekak (uvula) yang terlihat pada ujung langit-langit lunak, turun, sehingga arus udara dapat melalui rongga hidung. Bunyi oral terjadi apabila posisi anak tekak naik, sehingga arus udara ke rongga hidung tertutup, dan arus udara melalui rongga mulut (oral covily).
Yang termasuk bunyi nasal adalah [m], [n] dan [rj], sedangkan yang termasuk bunyi oral antara lain [b], [p], [d], [t], [g], [k].

3)    Klasifikasi Bunyi Bahasa Berdasarkan Ada Tidaknya Ketegangan Arus Udara
Berdasarkan pada ada tidaknya ketegangan kekuatan arus udara pada waktu bunyi itu diartikulasikan, dibedakan atas bunyi keras (fortes) dan bunyi lunak (lenes). Bunyi bahas disebut keras (fortes) apabila pada waktu diartikulasikan disertai ketegangan kekuatan arus udara. Sebaliknya bunyi lunak (lenes) adalah bunyi bahasa yang tidak disertai dengan ketegangan kekuatan arus udara.

4)    Klasifikasi Bunyi Bahasa Berdasarkan Lamanya Bunyi Bahasa Itu Diartikulasikan
Berdasarkan pada lamanya, bunyi bahasa itu diartikulasikan, bunyi bahasa itu dibedakan atas bunyi panjang dan bunyi pendek. Baik kontoid maupun vokoid, masing-masing dapat dibedakan atas bunyi panjang dan bunyi pendek.

5)    Klasifikasi Bunyi Bahasa Berdasarkan Kedudukan Bunyi Pada Suku Kata
Berdasarkan kedudukan bunyi pada suku kata dibedakan atas bunyi rangkap dan bunyi pendek. Bunyi rangkap adalah bunyi yang terdiri dari dua bunyi yang terdapat dalam satu suku kata. Jika bunyi-bunyi itu terdapat pada suku kata yang berbeda, maka tiap bunyi itu disebut bunyi tunggal. Untuk bunyi vokoid, bunyi rangkapnya disebut difting, sedangkan bunyi tunggalnya disebut monoftong.

6)    Klasifikasi Bunyi Bahasa Berdasarkan Derajat Kenyaringan
Derajat kenyaringan suatu bunyi bahasa ditunjukan oleh luas sempitnya atau besar kecilnya ruang resonansi pada waktu bunyi itu dihasilkan. Makin luas atau makin besar ruang resonansi tatkala bunyi bahas ini dihasilkan, bunyi bahasa ini disebut bunyi nyaring. Semakin sempit atau kecil ruang resonansinya, dihasilkan bunyi yang kurang nyaring.

7)    Klasifikasi Bunyi Bahasa Berdasarkan Arus Udara
Dalam sub sistem abdominal, dihasilkan dua arus udara yaitu arus udara keluar (egresif) dan arus udara masuk (ingresif).


a.   Arus udara egresif
Arus udara egresif dibedakan atas egresif pulmonik dan egresif glotalik.
1.                                                      Egresif pulmonik
Bunyi egresif pulmonik ialah bunyi bahasa yang dihasilkan dengan mekanisme pulmonik. Mekanisme udara pulmonik ialah udara dari paru-paru sebagai sumber utamanya.

2.                                                      Egresif Glotalik
Bunyi egresif Glotalik ialah bunyi bahasa yang dihasilkan dengan arus udara egresif mekanisme Glotalik. Mekanisme Glotalik terjadi dengan caara merapatkan pita suara sehingga glottis dalam keadaan tertutup rapat sekali.

b.  Arus udara ingresif
Arus udara ingresif dibedakan atas:
1.     Ingresif glotalik
Ingresif glotalik ialah bunyi bahasa yang terbentuk dengan arus udara masuk (ingresif) dengan mekanisme glotalik.
2.     Ingresif velarik
Bunyi bahasa ingresif velarik adalah bunyi bahasa yang dihasilkan dengan arus udara masuk (ingresif) dengan mekanisme velarik. Hal ini terjadi dengan menaikan pangkal lidah ditempelkan pada langit-langit lembut (velum), dengan arus udara masuk. Yang tergolong bunyi ingresif velarik adalah bunyi klik.






2.1.5 Koartikulasi
Dalam pelaksanaan ujaran, bunyi-bunyi bahasa saling pengaruh-mempengaruhi. Selain menghasilkan bunyi tunggal dalam proses artikulasi, dalam berbagai bahasa akan dijumpai bunyi ganda. Artinya, ada dua buah bunyi yang lahir dalam dua proses artikulasi yang berangkaian. Dalam prosesnya, setelah berlangsung artikulasi pertama, yang menghasilkan bunyi pertama, segera disusul oleh artikulasi kedua, yang menghasilkan bunyi kedua. Artikulasi kedua ini disebut artikulasi sertaan (ko-artikulasi).
Menurut tempat artikulasinya, terdapat beberapa gejala koartikulasi yaitu:
1.      Labialisasi
Adalah gejala pembulatan bibir (labium) pada artikulator primer sehingga terdengar bunyi labial [w] pada bunyi utama tersebut. Bunyi-bunyi selain labial dapat memperoleh gejala labialisasi. Misalnya, bunyi [t] pada kata “tujuan”, terdengar bunyi [w].
2.      Retrofleksi
Gejala retrofleksi  terjadi dalam proses penarikan ujung lidah ke belakang pada artikulasi primer, sehingga terdengar bunyi [r] pada artikulasi primer. Bunyi-bunyi bahasa selain apical dapat memperoleh gejala retrofleksi. Misalnya pada kata “kardus”, bunyi [k] teretrofleksi sehingga terdengar bunyi [ter].
3.      Palatalisasi
Gejala palatalisasi terjadi disebabkan pengangkatan daun lidah ke arah langit-langit keras (palatum) pada artikulasi primer. Selain bunyi palatal, semua bunyi dapat disertai palatalisasi. Bunyi [p] pada kata “piara”, terdengar bunyi palatal [Y], sehingga terdengar [thd].
4.      Valerisasi
Valerisasi adalah gejala penghasilan bunyi dengan pengangkatan pangkal lidah ke arah langit-langit lunak (velum) pada artikulasi primer. Selain bunyi velar, bunyi-bunyi bahasa dapat disertai velarisasi. Bunyi [m] dalam kata “makhluk”, terdengar bunyi [kh].
5.      Glotalisasi
Gejala glotalisasi terjadi pada proses penyerta hambatan pada glottis (tertutup rapat) sewaktu artikulator primer diucapkan. Setiap bunyi dapat disertai glottal, misalnya pada kata [? akan], [o bat]. Beberapa kata juga disertai glottal, misalnya[sa?at], [jum’at].
6.      Nasalisasi
Gejala nasalisasi terdapat pada beberapa bunyi bahasa Jawa, dalam bentuk pranalisasi. Hal ini terjadi pada kontoid hambat bersuara [b, d, g], misalnya pada kata [mbandung, fdeagu], [ngrasek], [ngontor].
2.2  Fonetik Akustis
Fonetik akustis yaitu fonetik yang mengkaji dan mendeskripsikan bunyi bahasa berdasar pada aspek-aspek fisiknya sebagai getaran udara (Malmberg, 1963: 5). Bunyi bahasa dikaji frekuensi getarannya, amplitudo, intensitas, beserta timbrenya. Fonetik jenis ini dalam kegiatannya memerlukan peralatan elektronik yang rumit, dan keahlian yang dituntut biasanya dalam ilmu fisika, yang hanya dapat dikerjakan dalam laboratorium bahasa. Oleh karena fonetik ini dalam kerjanya memerlukan seperangkat alat elektronik yang rumit, maka sebagian ahli menyebutnya sebagai fonetik instrumental. Fonetik akustis berfungsi praktis seperti dalam pembuatan telepon, perekam piringan hitam, dan sejenisnya.

2.3  Fonetik Auditoris
Fonetik Auditoris yaitu fonetik yang mengkaji dan mendeskripsikan cara mekanisme pendengaran penerimaan bunyi-bunyi bahasa sebagai getaran udara (Bronstein & Jacoby, 1967: 70--72). Kajian ini meneliti bagaimana bunyi bahasa itu diterima oleh telinga, sehingga bunyi-bunyi itu didengar dan dapat dipahami. Fonetik auditoris ini sebagian besar termasuk pada bidang neurologi (kedokteran), atau merupakan ilmu antardisiplin antara linguistik dan kedokteran.










SIMPULAN
Dari uraian tentang fonetik, dapatlah ditarik beberapa garis besar pokok-pokok pikiran, di antaranya adalah organ manusia sebagai penghasil bunyi bahasa yang dipelajari secara rinci dalam fonetik artikulatoris. Mengetahui dan memahami objek kajian fonetik, alat ucap, klasifikasi dan pembentukan bunyi bahasa. Tujuan pembelajaran fonetik secara umum adalah sebagai berikut [1] mempunyai pengetahuan dan keterampilan dalam menganalisis bunyi bahasa baik bahasa yang dikuasai maupun bahasa asing, [2] dapat mendeskripsikan perubahan dan variasi bahasa, [3] menguasai kemampuan fonologi suatu bahasa (language aqcuisition), [4] membantu proses pembelajaran bahasa yang efektif dan mengucapkan bunyi bahasa.
DAFTAR PUSTAKA
Achmad, H.P. 2007. FONOLOGI-SERI FONETIK. Jakarta: UNJ Press.
Alek, dan Achmad, H.P. 2009. Linguistik Umum. Jakarta: Lembaga Penelitian UIN Jakarta.
Chaer, Abdul. 2007. Linguistik Umum. Jakarta: Rineka Cipta.
Resmini, Novi, dkk. 2006. Kebahasaan (Fonologi, Morfologi, dan Semantik). Bandung: UPI Press.


























Tidak ada komentar:

Posting Komentar